Warga Buli Boikot Jalan, Minta Pemerintah Cabut Izin PT.Priven Lestari
HALTIM – malutcenter.com – Aliansi Masyarakat Buli peduli Gunung Watowato kembali menggelar aksi pada Selasa, (24/10/2023). Kali ini warga memboikot jalan utama buntut dari tak kunjung dicabut izin perusahaan tambang nikel, PT Priven Lestari yang bercokol di kawasan gunung Watowato.
Koordinator Aksi, Ismunandar Marsaoly mengatakan, aksi yang dilakukan dengan memboikot jalan utama ini tak lain dari memberikan alarm peringatan keras terhadap Pemerintah Haltim yang seolah-olah menghiraukan aspirasi kami.
“Berbagai upaya sudah kami buat seperti pertemuan resmi dengan pemerintah hingga aksi damai, tapi upaya itu manjadi sia-sia. Pemerintah menghiruakan suara perjuangan kami dalam membebaskan gunung Watowato dari ancaman tambang nikel PT Priven Lestari,” ujar Ismunandar dalam keterangan tertulis yang diterima.
Ismunandar bilang, masifnya pertambangan di Haltim sangat memperburuk situasi dikarenakan sudah meporak-poranda sumber penghidupan warga pesisir seperti kehancuran di Tanjung Buli, Pulau Gei, Lembah Teduh Moronopo, pulau kecil Mabuli juga Pulau Pakal yang sesungguhnya menjadi cerminan kalau tambang nikel itu lengket dengan daya rusak ditimbulkan.
“Semuanya itu kami saksikan di depan mata sendiri. Operasi tambang nikel membuat hilangnya sumber-sumber protein terbaik kami yang dahulu diperoleh secara gratis seperti Kerang (bia), ikan karang (goropa) super, dan lain-lain,” akunya.
Deretan peristiwa pengancuran atas tambang nikel adalah kejadian terburuk yang semestinya tidak terulang lagi kata dia. Apalagi terjadi pada gunung Watowato yang menjadi sumber utama pemenuhan air bersih warga di Kecamatan Maba, Haltim.
“Ini menjadi evaluasi dan intorpreksi kita bersama bahwa bayaran mengenai dampak lingkungan ternyata hanya di atas kertas. Kenyataannya justru jauh dari panggang api. Begitupun dengan janji-janji kesejahteraan yang sebenarnya hanya isapan jempol belaka. Buktinya geliat investasi yang begitu besar di sini tapi Haltim masih terus memproduksi orang miskin dan menjadi daerah termiskin. Ini sangat aneh!,” sesalnya.
Arah kebijakan Pemerintah Pusat hingga ke Pemerintah Daerah katanya sama sekali tidak mempertimbangkan prinsip keberlanjutan ruang serta generasi mendatang. Dengan begitu, apa sebenarnya cerita di balik investasi ini adalah Investor makin kaya raya tapi warga lokal semakin kesulitan, terhimpit dan terjepit ruang hidupnya.
“Dalam keadaan terhimpit, kondisi sosial-masyarakat akan cenderung saling sikut kiri-sikut kanan, potensi pembelahan dan keretakan sosial makin runcing,” cetusnya.
Jadi, kata dia, mempertahankan Watowato dari rencana ekspolitasi PT Priven Lestari merupakan sebuah keharusan sejarah bagi orang Buli yang sudah belajar panjang dari kenyataan sehari-hari. Bahwa, gunung Watowato menjadi nafas hidup terakhir warga dalam mepertahankan martabat dan harga diri sebagai orang Buli.
“Jika kiri dan kanan dari gunung Wwatowato ini sudah rusak serta pesisirnya maka jangan biarkan lagi benteng terkahir ini dihancurkan,” tegasnya.
Selian itu kata dia, gunung tersebut telah membuat seorang ibu, Laurina Batawi dapat menyekolahkan dua anaknya hingga pada jenjang perguruan tinggi dengan uang yang diperoleh dari hasil kebun nanas yang ditanam tepat di bawah kaki gunung Watowato.
“Karena itu area kaki gunung Watowato tidak kita serahkan lagi, kepada tambang nikel serta siapapun yang mengancam kelestariannya, karena ketika kita membiarakan pegunungan tersebut ditambang maka sama halnya dengan bunuh diri,” jelasnya.
Adapun tuntutan aksi ini yakni; Pertama, meminta Menteri ESDM agar mencabut IUP PT Priven Lestari. Kedua meminta Gubernur Maluku Utara segerah mencabut Izin Lingkungan dan status Operasi Prosuksi PT Priven Lestari. Ketiga, meminta Pemerintah Daerah Halmahera Timur untuk batalkan rekomendasi penyesuaian tata ruang PT Priven Lestari tahun 2018. (ID)