Opini

Refleksi Hari Pahlawan: Pemuda Pejuang atau ‘Sapi Perah Demokrasi’

Pemuda Pejuang atau ‘Sapi Perah Demokrasi’? Sebuah Refleksi Hari Pahlawan dalam Tahun Politik 2024

Oleh: Radinal Muhdar
Mahasiswa Program Doktoral Universitas Muhammadiyah Malang
Sekretaris Umum HMI Badko Sulut-Gorontalo (2024-2026)

Tanggal 10 November menjadi simbol keberanian dan semangat juang pemuda Indonesia yang tak tergoyahkan dalam mempertahankan kemerdekaan. Saat ultimatum Inggris menuntut penyerahan tanpa syarat, arek-arek Surabaya bersama para pemimpin dan rakyat dengan tegas menolak, meski harus menghadapi serangan dahsyat dari darat, laut, dan udara.

Pertempuran besar yang terjadi pada 10 November 1945 ini mengubah Surabaya menjadi medan “neraka” yang berkobar selama hampir tiga minggu, menelan ribuan korban jiwa dan menghancurkan kota. Namun, perjuangan mereka membuktikan bahwa semangat patriotisme tak akan pernah tunduk pada ancaman kekuatan asing.

Di tengah kobaran semangat juang itu, sosok Bung Tomo tampil sebagai pengobar semangat perlawanan melalui siaran Radio Pemberontakan, menyatukan jiwa pemuda dan rakyat Surabaya dalam satu tekad. Peristiwa heroik ini akhirnya mengukuhkan Surabaya sebagai Kota Pahlawan, dan pengorbanan para pejuang dikenang setiap tahun pada Hari Pahlawan, 10 November. Penetapan hari bersejarah ini melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 bukan hanya sebagai penghormatan, tetapi juga sebagai pengingat abadi akan keberanian, tekad, dan patriotisme pemuda Indonesia yang tak lekang oleh waktu.

Dalam setiap alur sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, mulai dari terbentuknya Budi Utomo, dideklarasikannya Sumpah Pemuda, peristiwa Rengasdengklok sebagai pemantik kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, hingga peristiwa patriotis 10 November 1945 di Surabaya, serta puncaknya pada runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, setiap peristiwa penting bangsa ini tak lepas dari peran aktif patriotik para pemuda sebagai garda depan dalam menggerakkan semangat juang masyarakat dalam mengawal setiap perjuangan dan perubahan yang terjadi di Indonesia.

Kini Indonesia telah memasuki era demokrasi pasca peristiwa reformasi 1998. Di era ini, pemuda secara kuantitas tetap mendominasi dalam tatanan masyarakat Indonesia. Setiap proses demokrasi pasca reformasi tetap diwarnai dengan keterlibatan para pemuda. Pertanyaannya, di manakah posisi eksistensi pemuda khususnya dalam kontestasi demokrasi lima tahunan yang menjadi titik awal perubahan kepemimpinan bangsa, mulai dari tingkat nasional hingga daerah? Akankah pemuda saat ini menjadi pejuang demokrasi, atau malah menjadi ‘sapi perah demokrasi’ dalam ajang perpolitikan lima tahunan?

Silahkan Berbagi: