Hukum & Kriminal

Dugaan Pemalsuan Surat Oleh PT. Mangole Timber Producers, Ini Pandangan Praktisi Hukum

Ternatemalutcenter.com – Dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh PT. Mangole Timber Producers mendapat tanggapan dari praktisi Hukum, Rafiq Hafitzh,SH.

Menyebutkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Rafiq menjelaskan bahwa tindakan pemalsuan surat tersebut dapat dipidana penjara paling lama enam tahun, Rabu,(01/11/2023).

Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam (6) tahun.

Praktisi Hukum YLBH Malut ini melanjutkan, jika merujuk pada RKUHP yang baru saja disahkan pada Desember 2022, maka bisa dikenakan pidana penjara enam tahun dan denda paling banyak 2 miliar rupiah.

Tetapi, kalau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru saja disahkan pada Desember 2022 lalu dinyatakan berlaku, maka delik pidana pemalsuan surat diatur dalam pasal 391 ayat (1) yaitu setiap orang yang membuat surat secara tidak benar atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam (6) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp 2 Miliar“. Jelas Rafiq.

Diketahui, kasus dugaan pemalsuan surat yang dilakukan PT. MTP terjadi di Desa Falabisahaya, Kecamatan Mangole Utara, Kabupaten Kepulauan Sula. Surat yang dikeluarkan pada tanggal 1 agustus 1986 tentang Persetujuan Penyelesaian Ganti Rugi Tanaman tersebut ditandatangani oleh pihak perusahaan, Mangole Project Manager, Mr. John Teng dan Pemilik Lahan, Rajab Sangadji. Serta para saksi dari Babinsa PT. Mangtip Falabisahaya dan bagian administrasi PT. Mangtip.

Surat yang dikeluarkan pada tahun 1986 tersebut baru diketahui oleh salah satu pemilik lahan ketika hendak membangun garasi mobil di dekat quary (2023).

Saat diwawancarai, Abd. Rajak Sangadji menyatakan bahwa surat tersebut tidak pernah ia tanda tangan.

“..waktu itu (1986), jangankan mau tanda tangan, suratnya saja saya tidak pernah liat.” Ucap Rajak.

Surat yang diberikan langsung oleh divisi humas PT. MTP, Fernando Simanjuntak kepada Om Mata Bot (sapaan akrab Abd. Rajak Sangadji) tertulis nama Rajab Sangadji.

Menyikapi hal itu, Rafiq menjelaskan bahwa ada kejanggalan di dalam surat tersebut.

Kita cek letak keanehan dan kejanggalan pada surat tersebut. Tahun 1986 ada persetujuan penggunaan lahan atau pinjam pakai lahan yang disetujui secara lisan dan tidak tertulis antara PT. MTP dengan Bpk. Abd. Rajak Sangadji. Pada waktu itu Bpk. Abd. Rajak Sangadji menyetujui tawaran untuk menyediakan lahan ukuran 5 m sepanjang jalan km 1 sampai pada km 4 yang terletak di Desa Falabisahaya dalam hal pembuatan pipa air, dengan bayaran atau biaya pinjam pakai lahan sebesar Rp 791.850. Namun, pada tahun yang sama perusahaan tersebut hanya memberikan hak atau bayaran kepada Bpk. Abd. Rajak Sangadji senilai Rp 500.000 dan masih tersisa sekitar Rp 291.850 yang belum dibayar oleh pihak perusahaan. Sekarang muncul surat persetujuan penggunaan lahan yang menurut PT. MTP tersebut adalah surat yang disetujui bersama baik oleh PT.MTP maupun oleh Bpk. Abd. Rajak Sangadji, padahal sejak tahun 1986 sampai tahun 2023 ini Bpk. Abd. Rajak Sangadji tidak pernah merasa dibuat surat lalu ditandatangani oleh beliau. Setelah dikroscek isi dari surat tersebut nampaknya banyak sekali keanehan dan kejanggalan di dalamnya. Keanehan terletak pada isi surat, dalam surat itu tertera dengan jelas bahwa lahan yang digunakan oleh PT. MTP bukan lagi 5 meter sesuai dengan persetujuan tahun 1986, tetapi sudah berubah menjadi 10 m sepanjang jalan km 1 sampai pada km 4.” Ungkap Rafiq.

Kemudian kejanggalan yang sangat tampak pada surat tersebut yaitu nama pemilik lahan bukanlah nama sebagaimana pemilik lahan yang sebenarnya, pemilik aslinya bernama Abd. Rajak Sangadji seperti nama yang tertera pada KTP milik Bpk. Abd. Rajak Sangadji, sedangkan nama pemilik lahan dalam surat tersebut yaitu Rajab Sangadji, jelas ini adalah nama yang berbeda. Tidak hanya itu, tanda tangan yang digunakan dalam surat tersebut juga salah dan tidak sesuai dengan tanda tangan pemilik lahan yang sebenarnya yaitu tanda tangan milik Bpk. Abd. Rajak Sangadji. Oleh karena, terdapat keanehan dan kejanggalan dalam surat persetujuan tersebut yang tidak sesuai dengan persetujuan tahun 1986 dan terdapat kesalahan pada nama serta tanda tangan pemilik asli lahan tersebut, maka ada dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh PT. MTP.” Jelas Rafiq. (ID)

Reporter : Rudy

Silahkan Berbagi: