Opini

Pemilu 2024 Dan Potret Realitas Sosial (Membaca Politik Kita Hari Ini)

Oleh : Rusmin Hasan – Direktur Lingkar Cita Institute.

Manusia sebagai mahluk sosial yang dalam perilaku di lingkungannya membutuhkan keberadaan orang lain. Senada, Aristoteles menyebutnya sebagai Zoon Politicon dimana interaksi antara manusia dan lingkunganya dalam rangka memenuhi kebutuhan dirinya maupun orang lain. Politik hanya bisa dilakoni oleh mahluk Tuhan yang bernama manusia. Sebab pada akal yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa, manusia mampu menjembatani kepentinganya antara satu dengan yang lain bahkan pada alam sekitar.

Realitas sosial senantiasa melibatkan subjektifitas yang muncul dari pemikiran manusia seperti opini, persepsi, atau ide-ide tertentu yang menurut Peter Berger dan Thomas Luckmann mencakup Eksternalisasi dimana ide-ide yang merupakan hasil pemikiran manusia akan eksis di kehidupan manusia, Objektifikasi yang menjelaskan ide-ide yang yang lahir dari proses eksternalisasi dapat dipersepsikan sebagai sebuah kenyataaan, menjadi konsensus dan mengalami interaksi sosial dan terjadi secara berulang (habituasi) dan internalisasi dimana ketika ide menjadi objektifikasi dan diakui sebagai sebuah kenyataan lalu akan diserap dan dipahami oleh manusia sebagai pengetahuan.

Kekuasaan dan Kebebasan Ambisi manusia nampak dalam kehidupan sehari-harinya. Bagaimana dia mencari makan untuk kelangsungan hidupnya, pakaian yang tidak sekedar menutup raganya melainkan lebih dari itu agar terlihat mencolok dan berbeda dari orang kebanyakan, dan bahkan memperoleh barang mewah untuk terlihat terpandang oleh lingkungan dimana dia hidup. Lebih dari itu, manusia membutuhkan kekuasaan lebih agar dalam strata sosialnya terpandang, berkarisma dan berwibawa.

Perilaku ini merupakan paradigma sosial yang dapat dijumpai di sekeliling kita dan tentunya tidak dapat dihindari. Dari sinilah kekuasaan bekerja seiring keinginan manusia itu ada. Bahkan kebebasan menjadi alasan setiap orang untuk memenuhi segala ambisinya. Manusia memilih kekuasan dan kebebasan untuk mengantarkan dirinya berada pada strata sosial yang lebih tinggi. Gaya hidup yang mentereng cenderung menjadi hasrat untuk berkuasa. Dalam konteks kontemporer, politik menjadi jalan utama manusia untuk merubah kehidupanya. Karena itu ketika politik terlembagakan dengan baik misalnya melalui partai politik maka orang berbondong-bondong masuk dan mengambil peran sebagai mahluk politik yang seutuhnya. Fenomena klasik seperti ini dapat dijumpai disetiap momentum politik di Indonesia. Tujuanya tidak hanya dalam rangka mewarnai dinamika demokrasi melainkan lebih dari itu ada keinginan lebih dengan motif yang berbeda pula.

Kekuasaan cenderung dimaknai sebagai jalan menuju kesejahteraan. Atau sebagai batu loncatan guna mengendalikan sistim dan keinginan yang mutlak. Hal ini dapat kita jumpai beragam kekuasaan bekerja mengendalikan sistim dan kebijakan. Mengatur dan membuat berbagai keputusan atas nama rakyat bahkan tidak menutup kemungkinan demi dan atas nama pribadi dan kelompok politiknya sendiri. Karena itu, dapat kita lihat pula banyaknya orang-orang berkecimpun di dalam partai politik juga tak segan-segan membuat partai politik baru untuk menciptakan panggungnya sendiri.

Silahkan Berbagi: