Opini

Para Perampok Maluku Utara

Oleh : Suryanto Rauf – Sekertaris Umum BPL HMI Cabang Ternate

Ketika saya memilih menulis tentang judul di atas, saya membayangkan banyak orang tidak lagi malas membaca, melihat dan meraba wajah Maluku Utara yang saat ini telah diperkosa oleh anak-anak Pribumi yang menjadi Bandit dan Pembajak hak-hak masyarakat Maluku Utara.

Berawal dari sebuah perjalanan Maluku Utara sejak pemekaran dan pembentukan wilayah administrasi yang terpisah dengan Maluku, Saya mencoba menulis menggunakan pandangan objektif saya untuk sekedar merefleksikan bacaan. Namun apabila dalam tulisan ini menyinggung sebagian orang dan memicuh barah amarah untuk saya. Maka, saya ingin sampaikan terima kasih atas kejujurannya.

Semenjak ekpansi Portugis ke Asia, kedigdayaan Portugis dan monopoli perniagaan rempah-rempah Maluku Utara sudah menjadi incaran berbagai negara di dunia. Semenjak itu pula dari dulu hingga saat ini Maluku Utara menjadi target bisnis para mafia.

Dahulu kala seketika membaca setiap literatur- literatur mengenai Maluku Utara, maka akan kita jumpai para Kesatria yang telah mati di medan perang hanya demi untuk mempertahankan tanahnya dari rampasan orang tak bertanggung jawab. Sekalipun Menggunakan peralatan tradisional dan tidak modern seperti layaknya para inlander-inlander Eropa tapi, semangat dan perjuangan untuk mempertahankan tanahnya, kebudayaan dan peradaban membuat mereka enggan untuk tunduk kepada tamu yang tidak menghargai tuan rumah.

Lantas hari ini, anak kandung berkhianat dengan menggunakan jubah kemanusian dan memilih menjadi mitra dalam membangun misi kerjasama dalam merampok hasil alam bumi Maluku Utara. Saya teringat sebuah bahasa seorang politisi muda, seorang mantan aktivis pernah berkata “Kita Akan Sanggup Mengantarkan Masyarakat Pada Kesejahteraan Jika Kita Bisa Bekerja Sama Dengan Pengusaha“. Singkatnya, setelah menjadi seorang politisi sukses dengan karir dan lain-lain, ternyata ia menjadi seorang pembajak hak-hak rakyat dengan cara beli lahan jual lahan. Maluku Utara adalah sebuah negeri yang kaya dengan hasil-hasil alam, darat maupun laut ( SDA ), tentu hal ini sudah diketahui banyak orang di Maluku Utara bahkan di Indonesia (Nasional ) dan dunia ( Internasional).

Lalu apakah Maluku Utara saat ini sedang baik-baik saja, apakah Maluku Utara masih perawan, ataukah Maluku Utara saat ini telah ditelanjangi oleh anak-anak kandung yang tidak bermental baja?.

Ketika membaca buku “Maluku Utara – Wacana Negri Repot” yang ditulis oleh Soekarno muda dan Dkk. Saya sadar bahwa Maluku Utara sampai detik ini masih menjadi bidikan utama para Kompredor di pusat dan Maluku Utara. Bagimana tidak, melihat kondisi Maluku Utara yang ada, saya kembali teringat sebuah kalimat dalam ucapan Ali Syariati “Uzlah” yaitu keterasingan atau alienasi.

Di mana kecenderungan realitas sosial di Maluku Utara dalam kaca mata seorang pemuda seperti saya telah dirampok oleh segelintir pembesar yang ditugaskan untuk memenuhi aspirasi rakyat di dalam kursi Pemerintahan. Mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta instansi- instansi terkait yang bergerak dalam sektor usaha-usaha mineral maupun batu bara dan emas.

Ada Dua corak pandang (Cara Pandang) dunia saat ini. Pertama kecenderungan realistik atau empiris. Kita bisa melihat secara nyata dalam tempo yang singkat ketika undang-undang ‘cilaka’ (Cipta Kerja- Omnibus Law) disahkan oleh DPR-RI maka berbagai problematika pun terjadi tanpa henti menggerogoti tanah Maluku Utara. Mulai dari PHK buruh dengan semena-mena, pembabatan hutan lindung dan pulau-pulau kecil yang tak layak di ekploitasi dipaksa dan tergusur.

Hasil investigasi Tempo yang dituliskan oleh BudiartoPulau-Pulau Kecil yang Terancam” menggambarkan dengan sempurna bagaimana tronton dan kapal-kapal raksasa berlabu di depan teluk Buli dan Mabapura dengan muatan tanah merah berton-ton.

Konflik Agraria di hutan Patani dan Haltim, Galela, Morotai dan masih banyak lagi seolah menjadi basih untuk disuarakan, pula karna Media, OKP serta LSM menjadi bungkam. Karena datang masalah selalu diundang pihak perusahan, setelah itu .?? Media, Aktivis dompet ‘tabal‘ dan akademisi, serta peneliti dan LSM menjadi kaku dan bungkam melihat kondisi Maluku Utara yang telah terkapar lemas tak berdaya akibat kerokan eksavator dan buldozer perusahan. Lalu apa tujuan dibangunnya media, kampus, lembaga peneliti, LSM dan OKP-OKP..?

Semakin banyaknya mafia-mafia di Maluku Utara yang berprofesi sebagai Wartawan, Peneliti dan LSM atas nama rakyat, ternyata menambah sumbu pergerakan mereka untuk menguasai tanah-tanah masyarakat miskin dan tidak terpelajar. Pada saat ini kondisi Maluku Utara menjadi tanda tanya besar antara berjuang atau dibiarkan dan hancur.

Karena zaman ini takan dapat dibedakan aliran yang berada di barat maupun yang di timur. Seperti terlihat, Marxisme dan Sosialisme penuh dengan semangat borjuis dan borjuisme barat yang ada dalam kehidupan manusia dan ideologinya (Untuk Dong yang Suka Demo, Mangaku Sosialis Kiri Tapi di Belakang Suka Ambe Doi).

Memang betul bahwa titik pembedah, yang bisa kita identifikasi di antara Komunisme dan Kapitalisme terletak pada pandangan hidup, gaya hidup, praktik ekonomi dan kepemilikan modal. Namun, realitas membuktikan bahwa sebagian besar orang yang dulunya adalah seorang aktivis, hari ini bahkan menjadi pelaku dalam merampok Maluku Utara. (Baca : Pragmatisme Freudianisme ).

Di dalam hal lain yang turut serta memberikan dampak negatif terhadap Genosida di Maluku Utara adalah teror atas paham Neorealisme Radikal terhadap perilaku dan kehidupan masyarakat. Di mana Pemahaman dan cara pandang hidup masyarakat untuk mempertahankan Kebudayaan, Peradaban dan Falsafah hidup mereka dirubah dengan menawarkan berbagai pernak-pernik perkembangan pendidikan Neoliberalisme dan Modernisasi kepada masyarakat, sehingga mereka cenderung menjadi fobia dengan perjuangan mempertahankan tanah dan budaya mereka sendiri yang selama ini telah menghidupi keluarganya.

Editor : Abang KhaM

Silahkan Berbagi: