Sagu
Penulis: Rajah Indrayana, pernah menjadi PNS Dep. PU diperbantukan di Kabupaten Maluku Utara
Menarik pidato pertama Presiden Prabowo pada Sidang Paripurna MPR RI 20 Oktober yang lalu. “Kita tidak boleh tergantung pada sumber makanan dari luar. Dalam krisis, dalam keadaan genting, tidak ada yang akan mengizinkan barang-barang mereka untuk kita beli. Karena itu tidak ada jalan lain, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya kita harus mencapai ketahanan pangan, kita harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia.
Saya yakin paling lambat empat sampai lima tahun kita akan swasembada pangan. Bahkan, kita siap menjadi lumbung pangan dunia. Kita diberikan karunia tanaman-tanaman yang membuat kita bisa tidak tergantung pada bangsa lain, kita punya tanaman-tanaman seperti singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain.”
Sagu sebagai pangan yang diandalkan, terlihat dalam Prabowonomics. Sagu direncanakan digunakan sebagai menu pada program makan gratis di 5 dari 11 area di Indonesia yang meliputi sebagian Sumatera, Riau & Babel, Sulawesi, Maluku/Maluku Utara, dan Papua yang mencakup hampir separuh jumlah provinsi di Indonesia.
Sudah siapkah Maluku Utara? Seharusnya sudah. Dalam 5 tahun terakhir sudah banyak pejabat di Maluku Utara yang melakukan studi banding, baik ke Jawa maupun ke Bangka, untuk melihat proses produksi soun, beras, dan mie sagu. Di internet pun sekarang dengan mudah bisa diakses informasi mengenai produk turunan sagu tersebut. Namun, pasca studi banding hampir tidak terdengar langkah konkret dalam menindaklanjuti hasil studi banding tersebut. Meskipun mungkin biaya studi bandingnya jika dijumlah sudah cukup untuk membuat IKM beras dan mie sagu.
Pemerintah sudah mencanangkan 4-5 tahun untuk swasembada pangan, dan untuk Maluku Utara diharapkan dari sagu. Apakah sagu bisa digunakan untuk program makan siang gratis? Sementara yang ada sekarang hanya dalam bentuk papeda, yang makannya harus dengan ikan kuah, atau sagu lempeng yang harus direndam terlebih dahulu dalam air teh?
Kegalauan Wali Kota Tidore dan Prof. Barahima Abbas dari Manokwari tentang minimnya penguasaan teknologi pembuatan pangan berbahan sagu dan minimnya entrepreneur pangan sagu semakin nyata ketika daerah penghasil sagu harus kembali memanfaatkan sagu sebagai pangan pokok untuk program makan siang gratis.
Sejak tahun 2015, penulis mulai mengenal sagu secara ilmiah dan membantu Prof. Bambang Haryanto melakukan sosialisasi melalui seminar/webinar maupun pameran produk pangan sehat ke beberapa kota, dan kemudian didorong untuk bergabung dalam perusahaan aplikator binaan BPPT.

Pengalaman mengikuti kompetisi antara lain: Teknologi Tepat Guna Tingkat Provinsi Maluku Utara, Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi, Desa Berinovasi, Fasilitasi Inovasi Akar Rumput yang diselenggarakan Kemenristek/BRIN, memberanikan diri mengikuti kompetisi yang diselenggarakan Ditjen IKMA Kemenperin: Indonesia Food Innovation, dan menjadi pemenang dengan mengangkat inovasi produk beras berbahan sagu.
Sagu sudah menemukan momentum kebangkitan, maka perlu inovasi lanjutan. Bahwasanya investasi peralatan produksi beras sagu relatif mahal, akan sulit mengajak orang Maluku Utara untuk berinvestasi, apalagi pasar belum terbentuk, pembeli belum pasti. Untuk itu melalui skema Fasilitasi BRIN dibuatlah mesin beras sagu mini, sedemikian rupa sehingga pemilik kebun/kilang sagu bisa sekaligus memproduksi beras/mie sagu. Dalam bentuk inilah Maluku Utara akan swasembada pangan sagu dalam wujud beras dan mie sagu.
Inovasi mesin beras/mie mini ini mendapat tanggapan positif dari Kemenperin dan sempat penulis presentasikan kepada Bapak Menteri Perindustrian dan staf pada acara Simposium Nasional Industri Pengolahan Sagu 2024, yang pada acara yang sama Bapak Menteri mengusulkan sagu sebagai makanan dalam program makan siang gratis.
Jadi, teknologi pembuatan beras dan mie sagu untuk UKM skala kecil sudah dikuasai, prospek ke depan sudah jelas. Dengan dijadikannya sagu sebagai makanan program makan siang gratis, maka produksi akan terserap dalam jumlah yang sangat besar. Sementara Menteri Perencanaan Pembangunan mengharapkan industri (beras) sagu sebaiknya dari investor lokal yang akan didukung pemerintah melalui pembangunan infrastruktur pendukungnya.
Prof. Rachmat Pambudy, sebulan sebelum menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas, mengatakan bahwa pengembangan sagu akan menciptakan lapangan pekerjaan, menjadi agen pemberdayaan ekonomi lokal, dan menjadikan ekonomi daerah lebih beragam.
Tahun 2023, penulis berusaha mengajukan pendanaan DAK untuk pengembangan industri sagu di salah satu kabupaten di Maluku Utara. Namun, pengajuan pengembangan komoditas DAK haruslah menjadi program pengembangan unggulan daerah. Ternyata sagu bukan menjadi komoditas unggulan, jadi terpaksa digantikan oleh kabupaten di Kepulauan Riau sebagai penggantinya.
Untuk itu, saran penulis, Pemda harus menjadikan sagu sebagai produk unggulan. Rasa bangga terhadap sagu harus ditumbuhkan. Dari sisi ekonomi, daerah yang luasnya kebun sagunya tidak sebesar di Maluku Utara, sagu bisa menjadi penggerak ekonomi utama. Sebagai contoh, Kabupaten Meranti dengan sekitar 70 kilang sagu, perputaran ekonomi dari usaha sagu lebih dari 1,3 triliun. Seharusnya kabupaten-kabupaten di Maluku Utara bisa lebih besar.
Kurangnya rasa bangga terhadap sagu bisa terlihat pada kasus berikut: Meskipun banyak pejabat/pemuka masyarakat menginginkan sagu kembali menjadi pangan utama, ternyata tidak dibarengi dengan gerakan atau program nyata. Uji coba penulis lakukan saat ada acara “Sail Tidore 2022” dengan berkolaborasi dengan sekelompok mahasiswa kreatif dari Univ Nuku dan STIMIK di Tidore memamerkan beras dan mie sagu pada stand pameran yang disediakan. Dari daftar pembeli produk terdapat nama pejabat dari Kemendes dan pejabat kantor wali kota, tetapi sudah 2 tahun berlalu, tidak ada atensi untuk upaya memproduksi beras dan mie sagu dari Pemda.
Jadi agar Maluku Utara bisa memenuhi target swasembada pangan dan menjadikan sagu sebagai penggerak ekonomi, solusinya bukan lagi dengan studi banding, tapi dengan aksi nyata.
Sumber: Halmaherapost.com | Malutcenter.com