Daerah

Arogansi Kekuasaan yang Melampaui Hukum: Dua Pejabat Malut Dituding Langgar UU dengan Rangkap Jabatan

Ternate – Gelombang kritik tajam muncul terhadap dua pejabat daerah di Maluku Utara yang dinilai melampaui batas etika dan hukum.
Wakil Gubernur Maluku Utara disebut tengah bersiap maju sebagai Ketua KONI Maluku Utara, sementara Wakil Bupati Morotai dikabarkan mengincar posisi Ketua HIPMI Maluku Utara.

Langkah keduanya menuai sorotan tajam dari praktisi hukum dan pemerhati demokrasi daerah, Julfandi Gani, S.H., yang menyebut tindakan itu sebagai bentuk “arogansi kekuasaan yang melampaui batas hukum.”

“Ini bukan lagi kesalahan administratif, tetapi arogansi kekuasaan yang sistematis dan terorganisir. Mereka seolah kebal hukum dan menganggap larangan itu tidak berlaku bagi dirinya,” tegas Julfandi dalam pernyataan tertulis yang diterima Malutcenter.com, Senin (7/10/2025).

Baca Juga: Satreskrim Polres Halut Ringkus Dua Pelaku Kriminal, Belasan HP dan Motor Curian Disita!

UU 23/2014 Dilanggar Terang-Terangan

Menurut Julfandi, aturan mengenai larangan rangkap jabatan telah diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 76 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 77 ayat (1), yang menyatakan:

“Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, anggota legislatif, dan jabatan pada badan usaha milik negara/daerah atau badan usaha swasta.”

“Kalimatnya jelas, tegas, dan tidak butuh tafsir tambahan. Tidak ada klausul pengecualian, tidak ada pasal karet, dan tidak ada ruang untuk pembenaran,” ujarnya.

Baca Juga: Akhir Pelarian! Buronan Terakhir Kasus Begal Anggota SPN Polda Malut Ditangkap di Tidore!

Ia menilai, baik KONI maupun HIPMI termasuk lembaga yang masuk dalam kategori badan yang dilarang, karena memiliki struktur formal dan kepentingan langsung terhadap kebijakan pemerintah daerah.

Potensi Konflik Kepentingan dan Korupsi Struktural

Dalam pandangan Julfandi, langkah Wakil Gubernur maju ke KONI menunjukkan kehilangan prioritas terhadap tugas utama mengurus kepentingan rakyat.

“Wagub dibayar dengan uang rakyat untuk melayani rakyat, bukan mencari kursi organisasi. Sementara Maluku Utara masih bergulat dengan kemiskinan, pendidikan carut-marut, dan kesehatan minim akses,” kritiknya.

Baca Juga: Polres Haltim Sentuh Hati Warga Maba, 200 Paket Sembako dan Layanan Kesehatan Gratis Dibagikan!

Sementara itu, rencana Wakil Bupati Morotai maju di HIPMI dinilai jauh lebih berbahaya karena berpotensi menciptakan korupsi terstruktur dan nepotisme ekonomi.

“HIPMI adalah organisasi pengusaha yang beririsan langsung dengan kebijakan ekonomi daerah. Ketika seorang Wakil Bupati menjadi Ketua HIPMI, maka konflik kepentingan sudah tidak bisa dihindari. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi korupsi yang dilegalkan dalam baju organisasi,” tegasnya.

Baca Juga: Dari Falabisahaya untuk Bumi: PT SGM Group Tanam 183 Bibit Pohon, Komitmen Nyata Jaga Lingkungan!


Sindiran Tajam untuk Penegak Hukum

Dalam opini kerasnya, Julfandi juga menggugat peran lembaga pengawas dan penegak hukum yang hingga kini belum bereaksi.

“Di mana Kemendagri? Di mana DPRD? Apakah semua lembaga pengawas ini sudah mati nuraninya? Atau justru ikut larut dalam kompromi politik?” ujarnya dengan nada geram.

Ia juga menyebut bahwa fenomena seperti ini menunjukkan budaya impunitas (kebal hukum) yang semakin mengakar di daerah-daerah.

“Hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pengawasan hanya formalitas tanpa gigi,” katanya.

Baca Juga: Polisi Gerebek Mobil Pembawa 1.200 Kantong Miras Cap Tikus di Ternate, Satu Pelaku Langsung Diamankan!

Seruan Mundur Terhormat

Menutup pernyataannya, Julfandi mengajak publik untuk tidak diam terhadap dugaan pelanggaran ini.
“Jangan biarkan pejabat yang digaji dengan uang rakyat seenaknya melanggar hukum. Ini bukan urusan pribadi mereka, ini urusan publik. Karena saat hukum dilanggar di depan mata dan kita diam, saat itu demokrasi mati pelan-pelan,” ujarnya.

Ia menegaskan, Wakil Gubernur dan Wakil Bupati masih punya waktu untuk mundur dengan terhormat.
“Minta maaf pada rakyat, pilih salah satu jabatan, dan tunjukkan bahwa kalian masih punya rasa malu. Kalau tetap nekat, rakyatlah yang akan memaksa kalian turun, bukan dengan hormat, tapi dengan aib,” tutupnya.

Editor: AbangKhaM

Silahkan Berbagi: