3 Cara Aman Mengkritik Gubernur Malut Tanpa Kena Hujat Netizen
3 Tips Mengkritik Gubernur Malut dari Sudut Pandang Orang Biasa
Oleh: M. Agung Naser (Alumnus Universitas Sam Ratulangi)
PERTAMA-TAMA, mengkritik Gubernur Maluku Utara itu butuh tenaga. Kedua, butuh telinga tebal. Mengkritik gubernur hari ini bukan seperti makan surabi yang sudah jelas enaknya. Kritik yang diselipkan kadang membuat penontonnya membuncah – ibarat mengejek Manchester United, seburuk apa pun penampilannya di lapangan, tetap saja dianggap tim terbaik dunia akhirat.
Lucunya, bukan humas, bukan pula Satpol PP, apalagi kepala kantor, tapi masyarakat sendiri yang sering jadi benteng pertahanan gubernur. Mereka siap beradu urat leher membela sang pemimpin seolah diturunkan dari langit untuk merawat gubernur – tanpa gaji dan tanpa tunjangan.
Beberapa waktu lalu, seorang anggota DPRD Provinsi berani melayangkan kritik keras terhadap gubernur di Facebook. Alasannya sederhana: lobi-lobi ke Jakarta yang dilakukan sang gubernur tak juga membuahkan hasil. Bukankah kritik itu seharusnya kita dukung sebagai bentuk pengawasan publik?
Baca Juga: Tiga Bulan Tak Dibayar! Ratusan Tenaga Kebersihan Halut Geruduk Kantor DLH dan BPKAD
Namun, lain dulu lain sekarang. Alih-alih mendapat dukungan, sang legislator malah ditekel tulang kering oleh konstituennya sendiri. Bayangkan, seorang anggota DPR saja dihujat habis-habisan, apalagi kita – yang beli rokok pun cuma dua batang.
Tak hanya DPR, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) juga pernah membuka terang-terangan dugaan bisnis tambang gubernur lewat akun Instagram mereka. Tapi apa tanggapan publik? “Lawan politik yang belum move on,” katanya. Padahal, itu bentuk pencegahan agar tak terjadi conflict of interest – atau konflik kepentingan.
Apa itu conflict of interest? Apakah sejenis binatang? Tentu bukan. Ia adalah situasi di mana seorang pejabat lebih mendahulukan urusan pribadi ketimbang kepentingan orang banyak.
Baca Juga: Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Malut Capai 222 Kasus, Kota Ternate Tertinggi!
Kalau dipikir-pikir, benar juga rumus kakeknya Bambang Pacul (kenal?): Jangan melawan dua jenis orang – orang baik dan orang cantik. Kalah kita, Om.
Nah, karena itu saya punya 3 tips aman mengkritik Gubernur Malut tanpa takut dihujat masyarakat.
1. Jangan Kritik Gubernur, Kritik Saja Bawahannya
Tips nomor wahid ini dijamin aman. Anda bisa memusatkan perhatian pada bawahannya. Menurut Simon Sinek (itu, orang Inggris, bukan orang Galela), leaders eat last – pemimpin makan terakhir. Tapi itu berlaku di Inggris sana. Di Maluku Utara, coba saja kasih nasihat ke gubernur – bisa-bisa Anda dituduh cuma bisa duduk goyang-goyang kaki.
2. Kritik Outfit Gubernur
Nah, ini tips paling mujarab. Anda boleh mengomentari gaya berpakaian gubernur, tapi tentu dengan niat baik. Misalnya, “Buk, warna batiknya keren, tapi coba modelnya agak slim biar makin semangat bangun Malut.” Kritik semacam ini justru bisa menambah kepercayaan diri sang gubernur untuk bekerja lebih giat.
3. Kritik Dalam Pikiran
Inilah jurus paling aman. Kritiklah dalam pikiran saja. Kenapa? Karena hanya Anda yang bisa mendengarnya. Saya haqqul yakin tak akan ada yang menghujat. Bahkan dukun sekalipun tak sanggup membaca isi kepala Anda.
Baca Juga: Aliansi Galela Menggugat Boikot Akses Halut–Halbar, Desak Pembebasan 7 Warga
Di zaman Facebook Pro ini, kritik sering dianggap menyebalkan. Maknanya kabur – antara mengkritik gubernur sebagai penyelenggara negara dan sebagai pribadi. Dari sudut pandang orang biasa seperti saya, demokrasi tanpa kritik itu bukan demokrasi. Ia seperti roti goreng tanpa gula.
Justru kritik adalah pilar penting demokrasi. Ia memungkinkan kita mengoreksi pemimpin yang kita pilih di bilik suara. Maka, sesama rakyat yang hidup melarat tak perlu saling menghujat. Hak kita jelas: berhak atas pelayanan publik, sembari tetap mendukung visi gubernur dengan mengawasi kinerjanya.
“Karena di negeri ini, mencintai pemimpin bukan berarti menutup mata dari kekeliruannya – justru berani menegur dengan santun adalah bentuk cinta paling tinggi kepada negeri.”
Penulis: M. Agung Naser
Editor: AbangKhaM
