Aliansi Galela Menggugat Boikot Akses Halut–Halbar, Desak Pembebasan 7 Warga
Halut – Aliansi Galela Menggugat menggelar aksi pemboikotan akses transportasi darat yang menghubungkan Kecamatan Galela Barat, Kabupaten Halmahera Utara, dengan Kecamatan Loloda Tengah, Kabupaten Halmahera Barat, pada Rabu (29/10/2025).
Aksi tersebut menuntut pihak Kepolisian dan Pengadilan Negeri (PN) Halmahera Barat agar segera membebaskan tujuh warga Galela yang saat ini masih ditahan tanpa syarat.
Dalam orasinya, Fahmi Djuba, mantan anggota DPRD Halmahera Utara sekaligus perwakilan massa aksi, menegaskan bahwa aksi tersebut murni dari masyarakat dan tidak ditunggangi pihak mana pun.
“Kami yang tergabung dalam Aliansi Galela Menggugat hari ini melakukan aksi jilid II untuk mendesak pihak kepolisian dan Pengadilan Negeri Halmahera Barat segera membebaskan tujuh warga Galela yang kami yakini tidak bersalah atas tuduhan apa pun,” ujar Fahmi.
Fahmi juga meminta PT. Tri Usaha Baru (PT. TUB) untuk ikut bertanggung jawab atas penahanan tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada aktivitas perusahaan itu di wilayah Provinsi Maluku Utara, khususnya di Kabupaten Halmahera Barat, sebelum tujuh warga Galela dibebaskan.
“Penahanan ini adalah bentuk arogansi dan ketidakbijaksanaan sebuah korporasi yang beroperasi di Maluku Utara. Ini sejarah bagi masyarakat Galela dan Halmahera Utara. Kami harus bersatu membela hak-hak rakyat kecil,” tegasnya.
Baca Juga: Di Balik Trans Halmahera: Infrastruktur untuk Publik, atau Kepentingan Tambang Gubernur?
Sementara itu, Koordinator Lapangan aksi, Alamsyah, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan lanjutan dari aksi pertama yang sebelumnya dimediasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara di Sofifi.
“Aksi ini kami lakukan karena proses hukum terhadap tujuh warga Galela tidak menunjukkan kejelasan. Sidang sudah dua kali dilakukan, tetapi sidang berikutnya selalu ditunda tanpa alasan jelas,” ungkap Alamsyah.
Menurutnya, ada indikasi permainan dari pihak PT. TUB dalam kasus ini. Ia menilai akar persoalan berasal dari aktivitas perusahaan tersebut.
“Apabila tujuh warga tidak dibebaskan, kami akan terus memboikot akses PT. TUB dan jalur warga Loloda Tengah, Halmahera Barat,” tegasnya.
Baca Juga: Kepemimpinan Berkelanjutan di Era Digital: Antara Nilai, Teknologi, dan Tanggung Jawab Sosial
Dalam pernyataan sikapnya, massa aksi menyampaikan lima poin tuntutan sebagai berikut:
- Meminta manajemen PT. TUB untuk menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga tujuh warga dan seluruh masyarakat Galela.
- Menghentikan sementara aktivitas dan akses jalan yang menghubungkan Halmahera Utara–Halmahera Barat.
- Meminta Kejaksaan Negeri Halmahera Barat mempercepat proses persidangan tujuh warga.
- Menuntut agar Kejaksaan Negeri Halmahera Barat memberikan tuntutan seringan-ringannya (bebas tanpa syarat).
- Meminta para camat dan kepala desa Loloda Tengah, Halbar, untuk meminta maaf kepada warga Halmahera Utara atas pernyataan yang disampaikan di media sosial.
Alamsyah menegaskan, jika tuntutan tersebut tidak diindahkan, maka pihaknya akan menutup seluruh akses bagi warga Loloda Tengah maupun PT. TUB.
Aksi tersebut dikawal ketat oleh aparat gabungan TNI–Polri demi menjaga situasi tetap kondusif.
Reporter: Sadam
Editor: AbangKhaM
