Opini

Kopi Dan Rasa Demokrasi Modernisme

Oleh : Suryanto RaufSekertaris BPL HMI Cabang Ternate

Deras hiruk pikuk kota di tengah krisis kemanusiaan dan semakin mengecilnya ruang demokrasi tentu menjadi satu fakta yang harus sama-sama kita jawab untuk menentukan arah kemanusian bangsa. Dengan secangkir kopi hitam marilah kita rajut tali gagasan yang remuk dan kusam, kita pulihkan setiap keretakan-keretakan gagasan yang primordial, sektarianisme dan penuh keangkuhan untuk merajut masa depan kemanusian yang berperadaban maju dan sehat.

Meski terhitung sudah sangat kurangnya diskusi-diskusi yang produktif di ruang-ruang kedai kopi, caffe dan warung-warung jajan, penulis masih berharap ada sedikit keakraban pikiran untuk melihat dunia yang kian hari – kian tidak dapat dibendung perkembangannya untuk mengendalikan sikap, moral dan imajinasi manusia dewasa ini. Di tengah ketidakpastian situasi negara hari ini dengan banyaknya masalah-masalah yang ada, seperti pemanasan global, polusi, desertivikasi dan masalah-masalah lain seperti penyakit yang melanda bangsa ini tentu kita tidak harus gagal memahami kondisi perkembangan dunia saat ini. Harus kita sadari bahwa kegagapan kita dalam memahami masalah-masalah yang ada di atas, tentu sangat berbahaya untuk kehidupan kita di masa yang akan datang.

Kita harus tahu betul bahwa problem yang terjadi tersebut adalah bagian dari ulah kita sendiri, terlepas ini memang hasil-hasil kebijakan kelompok yang ada di dalam pemerintahan yang sedang berkuasa. Terlepas dari semua itu kita harusnya menyadari bahwa ada hal lain yang jauh lebih menakutkan dari semua poin-poin yang ada di atas, di mana kini manusia dengan kemampuannya yang tidak bisa terkontrol mampu menghancurkan bumi dan seisinya berkali-kali. Sehingga untuk mencega itu kita membutuhkan orang-orang yang sadar dan mau melakukan perubahan dalam menyelamatkan masa depan orang banyak, karena bisa kita bayangkan jika seandainya ada satu orang tidak waras menjadi pemimpin sebuah negara yang mempunyai senjata nuklir, dan akan menekan tombol nuklir tersebut dalam waktu beberapa detik lenyaplah dunia ini. Karena tidak ada seorangpun yang dapat mengontrol tindakan seorang pemimpin, dan manusia hanya dapat pasrah, semoga hal itu tidak terjadi.!

Memang karena itulah manusia perlu mengambil setiap resiko, jelas kita tahu secara bersama bahwa setiap keputusan yang diambil pasti ada resiko yang harus di tanggung dan itu sudah menjadi satu hukum wajib, bahwa keputusan-keputusan yang ada pasti ada konsekuensinya. Indonesia pernah mengalami satu krisis yang juga menimpa negara-negara Asia pada tahun 1997, pada waktu itu tidak ada orang yang tidak tahu betapapun kuatnya cadangan devisanya, sebuah negara akan tetap mengalami attack tiba tiba oleh spekulan uang. Tetapi negara-negara tersebut berani mengambil setiap resiko untuk tetap membiarkan perdagangan bebas mata uang dan ekonomi. Jika kita membaca salah satu karangan Anthony Gidden yang berjudul “Jalan Ketiga ; Pembaharuan Demokrasi Sosial”. Gidden menyebutkan bahwa, dewasa ini dengan perkembangan dunia yang semakin bertumbuh tidak akan ada manusia manapun yang akan dapat meloloskan diri dari situasi mengerikan bangsa di masa yang akan datang. Lebih tepatnya Gidden menyebutkan bahwa bodohnya manusia adalah memberdayakan pengetahuan untuk membuat dirinya teralienasi dari sesuatu yang dia justru ciptakan sendiri seperti robot, undang-undang dan jenis peraturan lainnya tanpa membatasi diri untuk mengukur kemampuan yang diciptakannya sendiri. Karena kepastian-kepastian imajinasi manusia yang telah mampu menciptakan kehidupan modern akan sampai pada situasi yang menyudutkan posisi manusia di mana manusia pada waktu tertentu akan dikendalikan sendiri oleh yang diciptakannya.

Jika kita melihat poros dan jejak Juggernaut yang di sebutkan oleh Gidden hari ini, maka kita akan melihat banyaknya masalah yang ada di Maluku Utara akibat dari satu kelalaian kebijakan yang dibuat secara serampangan dan secara sengaja untuk membelenggu kebebasan masyarakat Maluku Utara khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Isu-isu mencakup respon atas demokrasi, pengetahuan, globalisasi, perubahan iklim dan teknologi harus diajukan bukan tentang keadilan sosial semata, tetapi lebih kepada bagaimana kita harus hidup setelah tradisi dan adat istiadat kita merosot, bagaimana menciptakan kembali keadilan sosial, dan bereaksi terhadap masalah-masalah ekologi.

Oleh karena ..

Silahkan Berbagi: