DaerahEkonomi

Harita, Dari Tambang Hingga Pabrik Bahan Baterai

Jakarta – Menurut Roy Arman Arfandy, Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), yang juga dikenal sebagai Harita Nickel, dari awal pendirian perusahaan berusaha mencapai tujuan untuk memproduksi bahan baku untuk komponen baterai mobil listrik.

Roy mengatakan bahwa perusahaan telah mulai menambang nikel di Pulau Obi di Halmahera Selatan, Maluku Utara, sejak tahun 2010. Dia mengatakan bahwa mereka menambang dan mengekspor bijih nikel.

Namun, Indonesia telah berusaha untuk melakukan program hilirisasi—membangun smelter untuk pengolahan dan pemurnian bijih nikel—sebelum memutuskan untuk memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel yang harus dimulai pada 2014.

Perusahaan akhirnya mulai membangun smelter feronikel pertamanya di Pulau Obi pada 2014.

“Harita Nickel ini sudah beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, sejak 2010. Di mana saat itu Harita Nickel melakukan penambangan dan melakukan ekspor nickel ore. Sejak dilakukan pelarangan ekspor nickel ore oleh pemerintah, Harita Nickel melakukan inisiatif untuk membangun atau melakukan program hilirisasi dengan membangun smelter ferro nickel pertama di Pulau Obi pada 2014,” jelas Roy kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (19/7/2024).

Lebih lanjut, Roy mengatakan smelter tersebut mulai beroperasi pada 2017 lalu dan dilanjutkan dengan ekspansi ke pabrik pengolahan bahan baku untuk ekosistem baterai kendaraan listrik, yakni smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk memproduksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

“Perusahaan smelter pertama kami sudah beroperasi dari 2017 dan kemudian kami melanjutkan ekspansi ke bahan baku untuk baterai mobil listrik pada tahun 2018,” imbuhnya.

Akhirnya, smelter HPAL di bawah pengelolaan anak usaha, PT Halmahera Persada Lygend, smelter HPAL penghasil MHP ini perdana beroperasi pada 23 Juni 2021. Smelter HPAL ini juga berada di Kawasan Industri Pulau Obi. Proyek ini diperkirakan memakan biaya mencapai lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$).

Tak sampai di situ, perusahaan pun kembali berekspansi hingga akhirnya kini memproduksi nikel sulfat.

“Kami juga melanjutkan hilirisasi lebih jauh di mana MHP ini kami proses lebih lanjut mendapatkan produk turunan seperti nickel sulfate dan cobalt sulfate,” tambah Roy.

Produk MHP dan nikel sulfat ini merupakan bahan baku untuk pembuatan prekursor katoda baterai kendaraan listrik.

“Dan Indonesia atau khususnya Harita Nickel adalah saat ini menjadi satu-satunya produsen nickel sulfate dan cobalt sulfate di Indonesia,” terang Roy.

Roy juga menyebut, permintaan nikel dunia masih tinggi untuk memenuhi kebutuhan untuk industri lain, seperti industri stainless steel.

Silahkan Berbagi:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *