Daerah

Praktisi Hukum Apresiasi KPU Cabut Aturan Kontroversial soal Data Capres-Cawapres

Ternate – Praktisi hukum Rafiq Hafitzh memberikan apresiasi terhadap langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia yang mencabut Keputusan Nomor 731 Tahun 2025.

Sebelumnya, keputusan yang ditandatangani Ketua KPU RI Mochamad Afifuddin pada 21 Agustus 2025 itu menuai kritik lantaran membatasi akses publik terhadap 16 dokumen persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Dokumen yang dikecualikan antara lain daftar riwayat hidup, profil diri, ijazah, hingga rekam jejak setiap calon.

Menurut Rafiq, keputusan tersebut tidak selaras dengan prinsip keterbukaan informasi publik dalam demokrasi.
“Presiden dan Wakil Presiden merupakan jabatan publik, sehingga segala bentuk dokumen persyaratan pencalonan mestinya dapat diakses publik tanpa kecuali. Dari dokumen inilah rakyat bisa menilai kelayakan capres dan cawapres yang akan dipilih,” ujarnya kepada media ini, Rabu (17/9/2025).

Baca Juga: FPTI Malut Resmi Dilantik, Gubernur Sherly Laos Targetkan Maluku Utara Jadi Ikon Panjat Tebing Indonesia Timur

Ia menegaskan, tidak ada dasar hukum yang membenarkan pembatasan akses publik terhadap dokumen pencalonan pejabat negara.
“Mana ada di Republik ini kapasitas dan kapabilitas kepemimpinan seorang pejabat negara dirahasiakan dari rakyat? Tidak bisa. Prinsip demokrasi justru menuntut keterbukaan,” tegasnya.

Rafiq menjelaskan, baik UUD 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maupun Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) tidak melarang akses publik terhadap dokumen pencalonan pejabat negara.
“UU PDP melindungi data pribadi warga negara agar tidak disalahgunakan. Itu berbeda dengan dokumen resmi pencalonan pejabat publik yang justru wajib dibuka demi transparansi,” paparnya.

Baca Juga: Calon Ketua HIPMI Malut Dukung Akbar Himawan Buchari Jadi Menpora RI

Ia menambahkan, dokumen yang diserahkan kepada KPU merupakan amanat konstitusional sebagaimana diatur dalam UU Pemilu dan PKPU. Oleh karena itu, tidak ada alasan hukum bagi KPU untuk menutup akses masyarakat.

“KPU adalah lembaga negara yang menjalankan amanat konstitusi di bidang kepemiluan. Semua tindakannya harus didasari transparansi dan akuntabilitas agar publik dapat menilai integritas serta profesionalitas lembaga ini,” jelasnya.

Rafiq pun mengapresiasi langkah KPU mencabut aturan tersebut.
“Keputusan mencabut SK Nomor 731/2025 adalah langkah tepat dan bijaksana. Ini patut diapresiasi sebagai wujud komitmen KPU menjaga transparansi demokrasi,” tandasnya. (Red)

Editor: AbangKhaM

Silahkan Berbagi: